27 Oktober 2011

Biasakan Cuci Tangan Pakai Sabun Pada 5 Waktu Kritis

Biasakan mencuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 5 waktu kritis, yaitu sebelum makan; sehabis buang air besar; sebelum menyusui; sebelum menyiapkan makan; setelah menceboki bayi; dan setelah kontak dengan hewan.

Demikian pesan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, pada puncak peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (HCTPS) di Jakarta, Sabtu (15/10) pagi. Turut hadir dalam peringatan tersebut, Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto; Ketua 3 Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) II, Silvia Agung Laksono; dan Ibu Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Sri Hartati Fauzi Bowo.

“Membiasakan diri untuk mencuci tangan pakai sabun berarti mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga hidup sehat sejak dini. Cuci tangan pakai sabun dapat dengan mudah dilakukan dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak”, ujar Menkes.

Mengutip hasil studi WHO, perilaku CTPS yang merupakan pilar ke-2 Sanitasi Total berbasis Masyarakat (STBM), mampu mengurangi angka diare sebanyak 45%  dan mampu menurunkan kasus ISPA serta flu Burung hingga 50%. Saat ini angka morbiditas Diare turun dari 423 per seribu penduduk (2006) menjadi 411 per seribu penduduk (2010). Sementara itu, berdasarkan laporan kajian Morbiditas Diare (2010) Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung (Dit. P2ML) Kemenkes RI, menyatakan berbagai kampanye, sosialisasi dan advokasi melalui HCTPS selama beberapa tahun terakhir, mampu meningkatkan kebiasaan cara mencuci tangan dengan benar (dengan air mengalir dan sabun) pada lima waktu kritis, yaitu sebelum makan sebesar 35,6%; sebelum menyusui 52,12%; sebelum menyiapkan makan 52,88%; setelah buang air besar 65,15%;  dan setelah menceboki bayi 62,26%.

“Walaupun sudah menunjukan peningkatan, namun kebiasaan CTPS masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan lagi”, tambah Menkes.

HCTPS yang diperingati oleh banyak negara di dunia, merupakan upaya untuk meningkatkan budaya CTPS secara global, sehingga penyebaran penyakit yang disebabkan oleh lingkungan dan perilaku manusia seperti penyakit diare  dan pneumonia, yang dapat berakibat fatal, dapat dikurangi.

Perayaan HCTPS Sedunia ke-4 tahun ini bertema “Cuci Tangan: Upaya Promotif dan Preventif Terpadu Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak”, dan terdiri dari tiga rangkaian kegiatan. Diawali dengan kegiatan sepeda santai bersama Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, pada momen Car Free Day (9/10) di Plaza Selatan Senayan. Kemudian, dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Rakornas STBM) yang dibuka oleh Ibu Menkes di Hotel Horison Bekasi (14/10) dan puncak peringatan berupa pemecahan rekor MURI oleh 3100 anak yang mempersembahkan tarian tangan secara massal, pameran foto tentang sanitasi, dan penanaman bibit pohon lerak, buah yang sering dimanfaatkan sebagai deterjen alami untuk mencuci batik.

“Tari tangan yang kita saksikan bersama merupakan kreasi anak Indonesia sebagai cara edukasi menarik untuk membudayakan cuci tangan pakai sabun. Kementerian Kesehatan merasa bangga atas semangat anak-anak, sehingga terpecahkan Rekor Dunia Indonesia nomor 5134 atas rekor pemrakarsa dan penyelenggaran tari tangan massa terbanyak di dunia”, jelas Menkes.

Menkes menjelaskan, untuk  mewujudkan Indonesia bersih, sehat dan berkualitas, perlu dimulai dengan hal-hal yang sederhana dan konkrit  dilingkungan dan  rumah tangga, seperti  edukasi kepada anak-anak dan keluarga akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan, baik kebersihan diri pribadi serta peduli akan kondisi lingkungan sekitar.

Melalui kesempatan tersebut, Menkes juga menharapkan partisipasi aktif untuk senantiasa mengajak masyarakat di sekitar untuk ikut membiasakan perilaku sederhana yaitu cuci tangan pakai sabun sekaligus menjadikannya sebagai perilaku hidup  yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksilimi: 021- 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) 021-500567, atau e-mail ke kontak@depkes.go.id

06 Oktober 2011

40 Juta Perokok Akan Meninggal Pada Tahun 2050

Sekitar 40 juta perokok diperkirakan akan meninggal dunia karena penyakit tuberkulosis pada 2050. Seperti diketahui, para perokok berisiko lebih besar menderita infeksi paru dan meninggal karenanya. Demikian seperti yang dimuat di kompas.com.

Kebanyakan kasus tuberkulosis (TB) terbaru lebih banyak di Afrika, Mediterania Timur, dan kawasan Asia Tenggara. Yayasan kesehatan paru mengatakan, upaya global untuk menekan jumlah kasus TB terbaru kalah oleh promosi agresif dari industri rokok.

"Sudah 20 tahun sejak WHO mendeklarasikan TB sebagi penyakit berbahaya. Sejak saat itu, jumlah penderitanya lebih sering meningkat dibanding berkurang. Sementara itu, para perokok berisiko dua kali lipat untuk terkena penyakit itu dan meninggal," kata dr John Moore-Gillon, pakar tuberkulosis dari Inggris.

Perkiraan jumlah penderita TB itu dibuat oleh dr Sanjay Basu dan timnya dari Universitas California.

Hampir seperlima orang di dunia adalah perokok dan kasus TB yang tinggi kebanyakan ditemukan di negara tempat perusahaan rokok multinasional meluaskan pasarnya.

Menurut perhitungan matematika mereka, kematian antara TB di seluruh dunia pada tahun 2010 dan 2050 bisa melebihi 40 juta orang. Jika tren perokok saat ini terus berlanjut, maka angka kasus baru akan meningkat sampai 18 juta orang.

Merokok sendiri diketahui sebagai faktor risiko dari penyakit TB dan kebiasaan itu mengurangi kemampuan paru untuk melawan infeksi.

Merokok juga diketahui akan menjauhkan pencapaian target global dalam mengurangi angka kematian akibat TB hingga separuhnya.

04 Oktober 2011

Indonesia Juara Dunia Buang Hajat di Tempat Terbuka

UNICEF, badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk perlindungan anak, melansir hasil survei yang menemukan Indonesia bersama India dan China adalah juara-juara dunia untuk buang air besar di tempat terbuka. Indonesia bersama China berada di posisi dua dunia.

Di posisi nomor satu adalah India. UNICEF melansir, 58 persen dari populasi dunia yang buang air besar di alam terbuka berada di India. China dan Indonesia dinyatakan masing-masing memiliki 5 persen warganya yang masih membuang hajat di alam terbuka. Pakistan menempati posisi nomor tiga bersama Ethiopia, masing-masing 4,5 persen. Total, menurut data UNICEF/WHO pada 2010, 1,1 miliar orang di dunia masih buang air besar di alam terbuka.

Menteri Pembangunan Pedesaan India Jairam Ramesh menyatakan data ini memalukan negerinya. "Kami harus membuat program sanitasi sebagai sebuah kampanye politik seperti yang telah dilakukan Gandhi," katanya kepada The Times of India.

Kampanye politik untuk memberantas kebiasaan buang hajat besar di alam terbuka ini dilansir India pada 2 Oktober, hari kelahiran Mahatma Gandhi, Bapak Bangsa India.

Besarnya persentase penduduk yang berak di alam terbuka didorong oleh besarnya populasi India. Indonesia, yang "hanya" menyumbang angka 5 persen orang yang buang air besar di alam terbuka sedunia, secara nasional angka itu merefleksikan 26 persen populasi penduduk. Ethiopia lebih besar lagi, mencapai 60 persen penduduknya.

Berikut data WHO/ UNICEF soal ini:
- Berak di alam terbuka terus menurun. Angkanya menyusut dari 25 persen populasi dunia di tahun 1990 ke 17 persen di 2008;
- Tahun 2010, 1,1 miliar orang masih buang air besar di alam terbuka. Tujuh negara yakni India, Indonesia, China, Ethiopia, Pakistan, Nigeria, Sudan, Nepal, Brazil, Niger dan Bangladesh menjadi rumah dari 81 persen yang buang air besar di alam terbuka itu.

VIVAnews