01 Maret 2012

Flu Kelelawar, Ancaman Baru Bagi Manusia

www.arthursclipart.org
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ilmuwan menemukan strain virus influenza dalam tubuh seekor kelelawar. Belum ditemukan cara penyebaran dan bahayanya, namun dikhawatirkan temuan ini akan menjadi ancaman baru bagi kesehatan umat manusia.

Seperti diberitakan The Telegraph, Rabu 29 Februari 2012, jenis virus ini ditemukan secara tidak sengaja oleh Lembaga Pencegahan dan Pengendalian Wabah Internasional (CDC) saat meneliti sekumpulan kelelawar. Temuan mereka juga dituliskan pada jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences Senin lalu.

CDC kala itu tengah melakukan penelitian terhadap 300 kelelawar yang mereka kumpulkan di Guatemala pada 2009 dan 2010. Fokus penelitian itu adalah penyakit rabies dan penularannya, tapi peneliti menemukan spesimen bakteri lain yang ternyata adalah virus baru. Ruben Donis, salah satu peneliti, mengatakan, flu ini ditemukan pada jenis kelelawar bahu kuning.

Kelelawar jenis ini adalah pemakan buah dan serangga, tapi tidak pernah menggigit manusia. Namun tidak menutup kemungkinan virus ini dapat ditularkan di masa depan. Donis mengatakan, ini adalah kali pertama ilmuwan menemukan flu pada kelelawar.

Sebelumnya, peneliti meyakini telah menemukan semua jenis penularan flu pada binatang, di antaranya pada burung, babi, anjing, kuda, anjing laut dan singa laut. Lima tahun lalu, seorang ahli virus Rusia mengklaim menemukan flu kelelawar, tapi tidak ada buktinya.

Donis mengatakan saat ini peneliti tengah mencari tahu tentang virus baru tersebut. Sejauh ini, mereka belum dapat menentukan bahaya dan tipe flu tersebut. Berbagai metode untuk penelitian virus, di antaranya mengembangbiakkan virus tersebut pada telur ayam dan sel manusia gagal. Padahal, cara ini selalu digunakan untuk mengetahui cara penyebaran virus.

Belum diketahu pasti ancamannya, bukan berarti tidak berbahaya. Virus jenis ini bisa bergabung dengan virus influenza umum dan bertukar gen lalu bermutasi menjadi bentuk baru yang mematikan, ujar CDC.

# Vivanews