Banyak pihak mengusulkan agar Andi Nurpati dipecat via Badan Kehormatan KPU usai menjadi Ketua Partai Demokrat. Masuknya Andi kian mempertegas bahwa Partai Demokrat melakukan imbal jasa politik.
Hal itu disampaikan anggota Komisi II DPR Arif Wibowo di Jakarta, Sabtu (19/6). Fenomena tersebut secara nyata menunjukkan kuatnya politik partisan dalam tubuh KPU sekaligus intervensi politik terhadap KPU.
Menurut Arif, KPU yang seharusnya bisa menjaga kemandiriannya secara penuh terbukti gagal dan bahkan cenderung berpihak. "Mau tidak mau, ini menguatkan kecurigaan adanya kecenderungan yang sulit untuk menghindarkan political trade of (imbal jasa politik) antara peserta dan penyelenggara pemilu," tegasnya.
Karena itu, ia mendesak agar Andi diberhentikan dengan tidak hormat melalui mekanisme Dewan Kehormatan KPU. "Bawaslu harus merekomendasikan pembentukan DK dalam tempo sesingkat-singkatnya," imbuh Arif.
Seperti diketahui, dalam pengumuman kepengurusan Partai Demokrat, nama Andi Nurpati dimasukkan sebagai salah seorang ketua DPP. Saat dikonfirmasi, Andi juga tidak menampik kebenaran kabar itu.
Menurut Arif, fenomena anggota KPU beralih jabatan dalam posisi masih aktif menjabat merupakan sebuah preseden buruk. Merunut pada pengalaman sebelum Andi, anggota KPU Anas Urbaningrum dan Hamid Awaluddin juga beralih jabatan semasa masih aktif.
Anas direkrut Partai Demokrat. Kini, dia menjabat ketua umum partai. Sementara itu, Hamid diangkat sebagai menteri hukum dan HAM pada periode I kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saat ini, kejadiannya terulang," ungkap Arif.
Sesuai ketentuan UU Penyelenggara Pemilu, anggota KPU secara tegas tidak bisa menjadi anggota partai politik. Karena itu, cukup pantas jika Andi segera dinonaktifkan secara tidak hormat. "Itu perlu dilakukan, meski tidak bisa menepis tudingan negatif terhadap lembaga KPU yang tidak mandiri," ungkapnya.
Agar tidak terjadi pengulangan fakta kasus dalam tubuh KPU, perlu kiranya diatur pasal larangan anggota KPU menerima political appointee. Artinya, anggota KPU dilarang menerima dan menduduki jabatan publik serta jabatan politik, baik pada masa jabatannya maupun setidaknya tiga tahun setelah masa jabatannya berakhir.
inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar